Senin, 27 Juni 2022

Fikih Uwong

Dalam termenologi fikih, tentu kita mengenal istilah hukum mulai dari hukum mubah, sunnah, wajib, makruh, syubhat dan haram. Tapi ketentuan hukum itu tidak lain untuk menentukan status perbuatan seseorang mulai dari yang akan maupun yang sudah dilakukan, yang karenanya kemudian akan melahirkan konsekuensi berupa pahala atau dosa.

Contoh, kalau kamu berniat ngamplengi rai mertuamu, sebatas niat tok itu tak ada masalah hukumnya meski itu tetap tak patut. Tapi seumpama niatmu diwujudkan, barulah hukum haram menyertai.

Lalu bisakah istilah-istilah hukum fikih yang enam itu dipakai untuk menghukumi tentang bagaimana seharusnya seseorang itu hadir di tengah-tengah orang lain? Jawabnya adalah bisa. Sehingga ada istilah manusia mubah, manusia sunnah, manusia wajib, makruh, syubhat dan haram. Namun catat ya, istilah ini hanyalah istilah dalam ranah sosial kebudayaan saja.

Ora mudeng yo...!!??

Gampangnya begini. Kalau ada orang yang sikap dan sopan santunnya top, kepedulian sosialnya tinggi, ora seneng ngapusi, rajin, nek kerjo kerjone tenanan, nggak senang tipu-tipu, salatnya sergep, karo wong liane apian, maka jenis manusia seperti ini masuk kategori manusia wajib. Orang seperti ini, kehadirannya di tengah-tengah manusia lainnya wajib ada, wajib disambut.

 

Tapi kalau orang tersebut kebalikannya dari kategori di atas, barulah dirinci atau di-tafshil lagi kalau dalam istilah usul fikih, apakah nanti dia masuk kategori manusia mubah, sunnah, makruh, syubhat atau haram.       

Siapa yang berhak merinci? Ya, kamu-kamu sendiri saja lah. Aku dewe mbuh mlebu sing ndi.  Ndasku wes mumet mikir gimana caranya beli minyak goreng tanpa harus setor NIK, kayak mau daftar bikin SIM saja. Wes mbulet...mbulet

 

 

Jumat, 17 Juni 2022

GPS alias Generasi Penerus Selfi

 

Meski saat ini sudah lumrah dilakukan oleh seluruh bangsa manusia di berbagai RT RW di seluruh dunia, namun terkadang saya masih merasa heran dengan kebiasaan selfi yang dilakukan terutama oleh para muda-mudi harapan bangsa itu. Ritual cekrek-cekrek foto dengan objek utama diri sendiri itu kadang dalam pandangan saya juga agak rada-rada geli.

Bagaimana tidak geli coba. Menurut laporan intelejen saya yang layak ditempeleng, keinginan selfi itu sudah sampai pada taraf beol syndrome. Artinya, dimana pun keinginan untuk selfi itu muncul, mau tidak mau harus dilakukan alias tidak bisa ditunda dan ditahan-tahan lagi. Ibarat perut kamu mules sehabis menenggak cocktail yang ditaburi toping segenggam pete goreng, apa pun acaranya waktu itu, kamu pasti akan lari menuju jamban.

Lalu apa itu salah? Tidak. Ini bukan soal salah atau benar. Apalagi kebiasaan selfi itu memang sudah menjadi paket manunggaling dengan hadirnya peradaban android yang canggihnya ampunan-ampunan itu.

Hanya saja, betapa pun sudah konak-nya hasrat untuk berselfi itu menggeliat-geliat dalam diri kalian, hambokyaa lihat-lihat waktu, tahu diri dan pintar-pintar menimbang situasi. Masak iya, pas kamu sedang diajak rembukan menentukan tanggal pernikahan sama calon mertuamu, kamu malah asyik senyam-senyum selfi sendiri seakan-akan omongan calon mertuamu itu bagai angin lalu.

Mau beol saja, meski sudah ngintip-ngintip itu si pup di jalur yang semestinya harus dilalui, toh kita tetap harus menimbang-nimbang kan untuk mengeluarkannya. Nggak asal main buka sithik brottt, tapi harus pergi ke toilet, baca doa dulu, masuk kaki kiri dulu, buka celana dan memastikan bahwa kompos yang akan dikeluarkan dari perutmu itu benar-benar mendarat tepat di lubang toilet, bukan bak mandinya.

Dalam hal ketampanan, tidak ada yang mengalahkan saya. Itu kata ibu saya dulu

Ironisnya, kebelet selfi itu sekarang nampaknya sudah makin tidak terkendali terutama di kalangan anak muda, termasuk kaum pelajarnya. Di kelas, di ruang-ruang kuliah, tidak peduli guru dan dosennya mengajarkan apa, kalau sudah beol syndrome itu muncul, itu guru dan dosen dianggap boneka manekin. Guru dan dosennya serius menjelaskan pelajaran, ladalah mahasiswa atau muridnya senyam-senyum lirak-lirik sendiri memandang kamera ponselnya. Cekrek.

Hambokyaa jangan begitu. Sepintar apa pun androidmu, kamu juga  memerlukan kepintaran untuk menimbang-nimbang waktu. Intinya, berselfi itu boleh tapi harus pandai dan pintar melihat situasi. Andoridmu saja makin pintar, masak kamu nggak.

Cekrekk! 

Jumat, 26 November 2021

MOMEN-MOMEN INDAH SAAT SERTIJAB

MAN 4 Kebumen

"Segalanya memang akan segera berlalu. Tetapi harus ada yang merawat setiap kenangan yang baik ini. Aku tidak tahu, apakah kelak akan ada yang datang mengungjungi kenangan-kenangannya kembali di sini, memberikan seulas senyum manisnya ketika mata mereka melihat kembali apa saja yang sudah pernah mereka lewatkan dalam hidupnya. Dan seandainya mereka membiarkan apa yang sudah lewat sebagai ampas kehidupan, namun setidaknya mereka masih berkenan untuk sewaktu-waktu mengingat bahwa di sinilah mereka pernah singgah untuk melangkah ke masa depan masing-masing."


 

 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 


 

Yaaaa......akhirnya fotoku masuk sini jugak.
Hepi ending dah....jadinya.
 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 
 
 

 

 

 

 


 

 

 

 

 

 


 

 

 



TERBARU DARI GURU

CATATAN GURU KEMARIN DULU