Kamis, 14 Oktober 2021

MERELAKAN YANG AKAN PERGI

 

Rabu pagi, 13 Oktober kemarin, secara tidak sengaja saya mendengar perkataan Bapak Muhammad Siswanto, Kepala MAN 4 Kebumen kepada salah seorang guru yang lolos seleksi P3K.

“Selamat ya. Satu sisi saya senang, tapi di sisi yang lain juga sedih karena njenengan (kamu) harus pergi dari sini,” kira-kira seperti itu ungkapan Pak Siswanto.

Lalu pada Kamis keesokan harinya, di ruang guru, kasak-kusuk soal siapa saja guru yang lolos P3K kembali menyeruak. Ternyata, ada beberapa guru lain yang juga akan segera ‘hengkang’ dari MAN 4 Kebumen untuk bertugas di tempat baru mereka karena sama-sama lolos P3K.

Mengetahui hal itu, entah kenapa saya pribadi kok diam-diam juga terbawa perasaan. Semacam ada campuran rasa sedih dan senang sebagaimana dirasakan oleh Pak Kepala. Apakah ini semacam perasaan sentimentil sesaat saja atau hanya sekadar pengaruh suasana karena terlanjur mendengar ungkapan Pak Kepala sebelumnya? Tak tahulah awak.

Hanya saja, peristiwa ‘hengkangnya’ seseorang dari sisi kita akan selalu menyisakan sebuah kekosongan, baik hengkangnya itu untuk selama-lamanya atau hengkang hanya untuk sesaat dan masih ada peluang untuk bersua. Disadari atau tidak, pada saat kita harus berpencar arah dengan orang-orang yang sebelumnya berjalan seiring, kita akan merasa bahwa ada sesuatu yang kurang lengkap dalam perjalanan kita. Seperti kata Pak Haji; kalau sudah ‘tiada’, baru terasa, bahwa kehadirannya sungguh berharga.

Secara personal, kepindahan beberapa orang guru dari MAN 4 Kebumen barangkali akan menjadi sebuah peristiwa yang -khususnya bagi saya pribadi- bikin melting perasaan. Bagaimana tidak, MAN 4 Kebumen adalah pengalaman pertama saya menjalani profesi guru dalam arti yang formal. Saat awal-awal menginjakkan kaki di sini, saya merasa sangat diterima dengan penuh kehangatan oleh semua guru, khususnya mereka yang akan segera pindah itu. Merekalah yang ikut melengkapi puzle-puzle dari hari-hari saya sampai kemudian sempurna membingkai sebuah cerita.

Tapi apa mau dikata: “Hidup ini bagaikan sungai. Dan aliran sungai itu tidak akan pernah benar-benar sama meskipun dalam pandanganmu nampak tetap tak berubah,” demikian konon kata Plato. Itu artinya dalam konteks ini, kebersamaan bukanlah sesuatu yang selalu harus tetap tak berubah. Akan tiba masanya bahwa dalam kebersamaan akan selalu tercipta sebuah celah, akan ada jarak yang merentang, di mana antara kita dan dia tidak lagi berada dalam satu tempat dan waktu, di mana antara kita dan dia -meminjam bahasanya Letto- barangkali nanti hanya mampu 'bertemu di ruang rindu’.

Hikss

"Tissu basah tisu basah dua ribuan..."

Kamis, 14 Oktober 2021

 

 

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

TERBARU DARI GURU

CATATAN GURU KEMARIN DULU